Ikhlas, satu kata yang
mudah diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan.
SUMBER:GOOGLE |
Seorang ulama yang bernama Sufyan
Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan
adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.”
Niat adalah pengikat amal.
Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi teramat sangat penting dan akan
membuat hidup ini menjadi lebih mudah, indah dan jauh lebih bermakna.
Amal kebaikan yang tidak terdapat
keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan
hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa
tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang
beramal kebaikan namun bukan karena Allah?
Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan
ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan
mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena
Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia
bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An
Nisa : 48)
Makna Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas bermakna
bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang
ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja
dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya
dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas
berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya
dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Ciri Orang Yang Ikhlas
Orang-orang yang ikhlas memiliki
ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
1. Senantiasa beramal dan
bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang
banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang
yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di
hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin
berkurang jika dicela.”
Perjalanan waktulah yang akan
menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai
macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat
kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Qur’an telah menjelaskan sifat
orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok
dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya
disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45,
“Orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad
dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu
mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”
2. Terjaga dari segala yang
diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka.
Disebutkan dalam hadits,
“Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku
datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi
Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah
saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam
seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan
Allah.” (HR Ibnu Majah)
Tujuan yang hendak dicapai orang
yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka
senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau
ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka
yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa
seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan
saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh
tangannya.
Para dai yang ikhlas akan menyadari
kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal
jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat
dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk
meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.
IKHLAS, RAHASIA PARA KEKASIH ALLAH
Seorang sahabat dengan mimik serius
mengajukan sebuah pertanyaan,“Ya kekasih Allah, bantulah aku mengetahui perihal
kebodohanku ini. Kiranya engkau dapat menjelaskan kepadaku, apa yang dimaksud
ikhlas itu?“
Nabi SAW, kekasih Allah yang paling
mulia bersabda,
“Berkaitan dengan ikhlas, aku bertanya kepada Jibril a.s.apakah
ikhlas itu?
Lalu Jibril berkata,“Aku bertanya kepada Tuhan yang Maha Suci
tentang ikhlas, apakah ikhlas itu sebenarnya?“
Allah SWT yang Mahaluas
Pengetahuannya menjawab,“Ikhlas adalah suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku
tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai.“(H.R Al-Qazwini)
Dari hadits diatas nampaklah bahwa
rahasia ikhlas itu diketahui oleh hamba-hamba Allah yang dicintai-Nya. Untuk
mengetahui rahasia ikhlas kita tidak lain harus menggali hikmah dari kaum arif,
salafus shaalih dan para ulama kekasih Allah.
Antara lain Imam Qusyaery dalam
kitabnya Risalatul Qusyairiyaah menyebutkan bahwa ikhlas berarti bermaksud
menjadikan Allah sebagi satu-satunya sesembahan. Keikhlasan berarti menyucikan
amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk. Dikatakan juga keikhlasan
berarti melindungi diri sendiri dari urusan individu manusia.
Menjaga Amalan Agar Tetap Ikhlas
Seorang hamba akan terus berusaha
untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak
dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena
itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat
membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah
semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah:
1. Banyak Berdoa
Di antara yang dapat menolong
seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah
Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering
beliau panjatkan adalah doa:
“Ya Allah, aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku
mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak
aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa
agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh
dari kesyirikan,
2. Menyembunyikan Amal Kebaikan
Hal lain yang dapat mendorong
seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya.
Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama
untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal
kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal
tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal
tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda dalam sebuah hadits,
“Tujuh golongan yang akan Allah
naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu
pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki
yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena
Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh
seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya
aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya
tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah
air matanya.” (HR Bukhari Muslim).
3. Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan yang
kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih
ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa
ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke
dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan.
Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan
semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal
kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang
yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka
karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa
terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun
senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka
ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu,
sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga
terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian,
maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”
4. Takut Akan Tidak Diterimanya Amal
Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang
memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena
mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS.
Al Mu’minun: 60)
Pada ayat ini Allah menjelaskan
bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu
pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka
tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).
5.Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan
Manusia
Pujian dan perkataan orang lain
terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh
manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang
yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau
menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR.
Muslim)
Begitu pula sebaliknya, celaan dari
orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun
saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab
engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas.
Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian
maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa
dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya
akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari
bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa
kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai
saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang
dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah
yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita
ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita ?
6. Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah
Pemilik Surga dan Neraka
Sesungguhnya apabila seorang hamba
menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik
karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan
sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam
keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan
ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan
itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia
untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku,
seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri
di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam
surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah
dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?
Keikhlasan seorang abrar adalah
apabila amal perbuatannya telah bersih dari riya‘ baik yang jelas maupun
tersamar. Sedangkan tujuan amal perbuatannya selalu hanya pahala yang
dijanjikan Allah SWT. Adapun keikhlasan seorang hamba yang muqarrabin adalah ia
merasa bahwa semua amal kebaikannya semata-mata karunia Allah kepadanya, sebab
Allah yang memberi hidayah dan taufik.
Dengan kata lain, amalan seorang
hamba yang abrar dinamakan amalan lillah, yaitu beramal karena Allah. Sedangkan
amalan seorang hamba yang muqarrabin dinamakan amalan billah, yaitu beramal
dengan bantuan karunia Allah. Amal lillah menghasilkan sekedar memperhatikan
hukun dzahir, sedang amal billah menembus ke dalam perasaan kalbu.
Pantaslah seorang ulama ahli hikmah
menasihatkan,“Perbaikilah amal perbuatanmu dengan ikhlas, dan perbaikilah
keikhlasanmu itu dengan perasaan bahwa tidak ada kekuatan sendiri, bahwa semua
kejadian itu hanya semata-mata karena bantuan pertolongan Allah saja.“
Tentulah yang memiliki kekuatan
dashyat adalah keikhlasan seorang hamba yang muqarrabin yang senantiasa
mendekatkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar