Rabu, 04 April 2012

PACARAN ISLAMI, Adakah? (Bagian 2)


Pacaran Masa Kini
Sumber: google
Jangan “Beli Kucing dalam Karung”...Oh...begitu yah...??!!
Sebuah ungkapan jangan ”beli kucing dalam karung”nampaknya menjadi alasan klasik untuk pembenarkan pacaran. ”Biarkan muda-mudi menentukan nasib hidupnya dengan menentukan pasangan yang tepat. Biarkan mereka mengenali pasangannya tanpa intervensi orangtua. Zaman ini telah berubah bukan zaman batu lagi, anak-anak kini tidak boleh dikekang.Kini bukan zaman siti Nurbaya, jodoh itu harus ditangan anak sendiri. Sudah menjadi tuntutan zaman jika muda-mudi itu asyik senang-senang”. Ungkapan-ungkapan tersebut menjadi trend di era modern ini. Sungguh ungkapan yang tidak bertanggungjawab.

Zaman sudah menjadi kambing hitam, kebobrokan moral dianggap zamannya, zina itu modern dan pacaran itu trend. Orangtua masa kini membukakan pintu selebar-lebarnya untuk kemaksiatan. Akibarnya tak sedikit muda-mudi mereka melakukan zina justru di rumah orang tuanya sendiri (Musibah...musibah, na’uudzu billahi). Jika hamil, orangtua seolah ”bangga” dan segera mempestakan anaknya dengan pesta pernikahan yang meriah. Sungguh perilaku yang tidak berorientasi ke akhirat.

Pacaran dianggapnya upaya mengenali si pacar. Padahal pacaran adalah saat-saat paling munafik dalam kehidupan seseorang. Munafik karena masing-masing akan berusaha menutupi kelemahannya dan dengan pongahnya (sombongnya) menampakan kelebihan masing-masing bahkan hal tak lebih pun ditonjol-tonjolkan.

Itulah pacaran, saat remaja mulai belajar menjadi pembohong besar. Rayuan gombal berkali-kali dilontarkan. Segudang janji menjadi hal yang teramat murah. ”bulan madu ke awan biru, dalamnya lautan akan kuselami, luasnya samudra akan kusebrangi, belahlah dadaku, hidupku untukmu semuanya, di hatiku hanya ada kamu, cintaku tak akan lapuk, aku rela mati demi cintaku, dan lain-lain” adalah ungkapan-ungkapan yang sesungguhnya bohoooong. Sekali lagi, bohoooong.

Jadi perkenalan model apa jika keduanya menjadi pembohong. Padahal yang terpenting  dalam hidup bukan bicara manis-manis melainkan siap untuk menghadapi kehidupan yang paling buruk sekalipun. Apalagi yang diungkapakan itu cenderung hanya ke arah duniawi dan melupakan bekal di akhirat kelak.

Jadi pacaran bukan upaya mengenal calon pasangan, melainkan upaya menyalakan tungku birahi. Biasanya muda-mudi yang berpacaran berpakaian menantang, parfum yang menusuk hidung, dan suasana dibikin seromantis mungkin (inipun bukan berarti yang berkerudung (baca; berkerudung tapi telanjang) luput dari tipu muslihat setan untuk tidak melakukan kemesraan yang terlarang —bisa juga lewat SMS mesra maupun telpon mesra---). Semuanya adalah api yang akan memanaskan birahi bahkan menghanguskannya. Melihat aurat sang pacar yang begitu menantang, nafsu laki-laki mana yang tidak bangkit. Akibatnya tungku itu benar-benar  terjadi. Hanguslah kehormatan kedua insan itu di hadapan Allah swt. Sementara Syetan tertawa riang.

Jika zina telah terjadi, sang pria itu kini sudah benar-benar ”mengenal” si wanita. Nantinya dia ingin mengenalinya lebih sering kagi. Asalnya malu-malu, namun dengan alasan cinta akhirnya si pria minta lagi dan lagi secara terang-terangan (kaya sinetron yah, sahabat? ingat...!!!, sinetron yang mengkondisikan kalian, agar kalian berbuat seperti perbuatan terlaknat mereka!!!! ). Sementara si wanita dengan alasan ”demi bukti cinta” dia rela menyerahkan kehormatannya hingga tak tersisa lagi madunya, rusak harga dirinya dan jadilah dia pelacur yang lambat-laun akan dicampakan oleh pria pasangannya. Atau hamil dan harus menanggung aib seumur hidup, dunia da akhirat.

Itulah pacaran, racun yang berbalut madu, tawa yang sesungguhnya tangisan, dan keindahan yang sesungguhnya fatamorgana. Hindari atau Anda menyesal

Wahai saudari-saudariku dan sahabat-sahabatku, ingat dan camkan-lah selalu, bukan hanya sekedar menjadi bacaan atau lintasan semata, namun jadikanlah ini menjadi pelajaran yang berarti bagi kalian sampai kelak Allah pertemukan pasangan kalian masing2 yang terbaik dari sisi-Nya.

Sumber&Referensi: Abu Al-Ghifari, Mujahid Press

Tidak ada komentar: