Pacaran Masa Kini
Sumber: google |
Jangan “Beli Kucing dalam Karung”...Oh...begitu
yah...??!!
Sebuah ungkapan jangan ”beli
kucing dalam karung”nampaknya menjadi alasan klasik untuk pembenarkan
pacaran. ”Biarkan muda-mudi menentukan nasib hidupnya dengan menentukan pasangan
yang tepat. Biarkan mereka mengenali pasangannya tanpa intervensi orangtua.
Zaman ini telah berubah bukan zaman batu lagi, anak-anak kini tidak boleh
dikekang.Kini bukan zaman siti Nurbaya, jodoh itu harus ditangan anak sendiri.
Sudah menjadi tuntutan zaman jika muda-mudi itu asyik senang-senang”.
Ungkapan-ungkapan tersebut menjadi trend di era modern ini. Sungguh ungkapan
yang tidak bertanggungjawab.
Zaman sudah menjadi kambing hitam,
kebobrokan moral dianggap zamannya, zina itu modern dan pacaran itu trend.
Orangtua masa kini membukakan pintu selebar-lebarnya untuk kemaksiatan.
Akibarnya tak sedikit muda-mudi mereka melakukan zina justru di rumah orang
tuanya sendiri (Musibah...musibah, na’uudzu billahi). Jika hamil,
orangtua seolah ”bangga” dan segera mempestakan anaknya dengan pesta pernikahan
yang meriah. Sungguh perilaku yang tidak berorientasi ke akhirat.
Pacaran dianggapnya upaya mengenali
si pacar. Padahal pacaran adalah saat-saat paling munafik dalam kehidupan
seseorang. Munafik karena masing-masing akan berusaha menutupi
kelemahannya dan dengan pongahnya (sombongnya) menampakan kelebihan
masing-masing bahkan hal tak lebih pun ditonjol-tonjolkan.
Itulah pacaran, saat remaja mulai
belajar menjadi pembohong besar. Rayuan gombal berkali-kali dilontarkan.
Segudang janji menjadi hal yang teramat murah. ”bulan madu ke awan biru,
dalamnya lautan akan kuselami, luasnya samudra akan kusebrangi, belahlah
dadaku, hidupku untukmu semuanya, di hatiku hanya ada kamu, cintaku tak akan
lapuk, aku rela mati demi cintaku, dan lain-lain” adalah ungkapan-ungkapan
yang sesungguhnya bohoooong. Sekali lagi, bohoooong.
Jadi perkenalan model apa jika
keduanya menjadi pembohong. Padahal yang terpenting dalam hidup bukan
bicara manis-manis melainkan siap untuk menghadapi kehidupan yang paling buruk
sekalipun. Apalagi yang diungkapakan itu cenderung hanya ke arah duniawi dan
melupakan bekal di akhirat kelak.
Jadi pacaran bukan upaya
mengenal calon pasangan, melainkan upaya menyalakan tungku birahi.
Biasanya muda-mudi yang berpacaran berpakaian menantang, parfum yang menusuk
hidung, dan suasana dibikin seromantis mungkin (inipun bukan berarti yang
berkerudung (baca; berkerudung tapi telanjang) luput dari tipu muslihat setan
untuk tidak melakukan kemesraan yang terlarang —bisa juga lewat SMS mesra
maupun telpon mesra---). Semuanya adalah api yang akan memanaskan birahi bahkan
menghanguskannya. Melihat aurat sang pacar yang begitu menantang, nafsu
laki-laki mana yang tidak bangkit. Akibatnya tungku itu benar-benar
terjadi. Hanguslah kehormatan kedua insan itu di hadapan Allah swt. Sementara
Syetan tertawa riang.
Jika zina telah terjadi, sang pria
itu kini sudah benar-benar ”mengenal” si wanita. Nantinya dia ingin mengenalinya
lebih sering kagi. Asalnya malu-malu, namun dengan alasan cinta akhirnya si
pria minta lagi dan lagi secara terang-terangan (kaya sinetron yah, sahabat? ingat...!!!,
sinetron yang mengkondisikan kalian, agar kalian berbuat seperti perbuatan
terlaknat mereka!!!! ). Sementara si wanita dengan alasan ”demi bukti
cinta” dia rela menyerahkan kehormatannya hingga tak tersisa lagi madunya,
rusak harga dirinya dan jadilah dia pelacur yang lambat-laun akan dicampakan
oleh pria pasangannya. Atau hamil dan harus menanggung aib seumur hidup, dunia
da akhirat.
Itulah pacaran, racun yang berbalut
madu, tawa yang sesungguhnya tangisan, dan keindahan yang sesungguhnya
fatamorgana. Hindari atau Anda menyesal
Wahai saudari-saudariku dan
sahabat-sahabatku, ingat dan camkan-lah selalu, bukan hanya sekedar menjadi
bacaan atau lintasan semata, namun jadikanlah ini menjadi pelajaran yang
berarti bagi kalian sampai kelak Allah pertemukan pasangan kalian masing2 yang
terbaik dari sisi-Nya.
Sumber&Referensi: Abu Al-Ghifari, Mujahid Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar