Kisah Inspirasi


sumber: google
5 Kisah Istri Mujahid Menyentuh Hati: Anak Cucu Shofiyyah - Kisah Pertama
Siapakah anak cucu Shofiyyah? Ya siapa dia?

Dia adalah seorang mujahidah pemberani yang memiliki tekad yang jujur, seorang mujahidah yang belum lama menikah dengan seorang pahlawan mujahid, yang meninggalkan kehidupan mewah dan penuh kesenangan serta foya-foya, untuk berperang bersama saudaranya di Afghanistan, dan setelah dua bulan dari pernikahan yang berbarakah ini, pada suatu hari mujahid ini keluar untuk beberapa keperluannya sedangkan beliau berpuasa dan istrinya menunggunya agar dapat berbuka puasa bersama, akan tetapi beliau terlambat. Dan ketika dia sedang menunggu, tiba-tiba pintu diketuk dan ukhti ini mengira bahwa suaminya telah datang, akan tetapi tiba-tiba terdengar suara salah seorang anjing intel dari balik pintu bahwa jika dia tidak membuka pintu maka kami akan menyerang rumah ini, maka dia membukakan pintu setelah dia tahu bahwa mereka telah menahan suaminya dan menggirinnya ke penjara, dan mereka tahu bahwa salah seorang ikhwah memiliki janji antara dia dengan suaminya di rumah ukhti ini dan akan datang kepadanya pada jam 7 sore, maka mereka datang untuk menunggunya. Mereka meletakkannya di salah satu kamar dan menutup pintu. Akan tetapi ukhti mujahidah ini memiliki tekad yang jujur, dia berpikir bagaimana memberitahukan ikhwan mujahid ini, maka dia keluar dari atas rumahnya di tingkat kedua dengan kedua kakinya telanjang, lalu dia pergi ke rumah ikhwan itu dan memberitahukan berita kepada keluarganya lalu dia meminjam sepatu dari mereka dan memakainya, kemudian dia pergi ke rumah orang tuanya lalu didapatinya orang-orang keji telah menunggunya di sana, namun mereka tidak mengetahui ukhti ini, karena dia menggunakan cadar lalu mereka berbicara diantara mereka dengan didengar oleh ukhti ini, walaupun dia menggunakan sepatu namun mereka tahu bahwa orang itu adalah dia maka dia menggiringnya ke penjara, lalu polisi jahat itu menendang perutnya dan menjadikan kehamilannya gugur, dan mereka mengira bahwa perempuan ini akan memberikan informasi apa saja, akan tetapi mereka tidak mampu mendapatkan satu katapun darinya, sehingga ukhti ini tetap dalam penjara selama hampir setahun lebih beberapa bulan, lalu setelah itu ukhti ini keluar dari penjara. Apa yang kalian kira tentangnya? Apakah dia berubah akidahnya? Atau apakah dia lalu memusuhi para mujahidin? Atau menuduh mereka bahwa merekalah yang menyebabkan dirinya dijebloskan dalam penjara dimana penuh kerendahan dan kehinaan? Jawabannya Tidak dan seribu kali tidak!.

Dia telah keluar dengan lebih cinta dan lebih berpegang teguh dengan jalan ini melebihi para lelaki zaman ini, dia telah keluar dan telah hafal al qur’an secara penuh. Penjara telah mengganti dari penyelewengan menjadi sebuah madrasah baginya dalam rangka menghafal al qur’an.

Lalu siapakah yang akan mengikuti jejak anak cucu Shafiyyah ini?

Dimanakah kalian wahai para lelaki zaman ini? maaf sekali wahai para perempuan yang memiliki surban dan jenggot, berilah jalan bagi orang-orang seperti cucu Shafiyyah ini.

Jika para perempuan seperti yang kami ceritakan ini maka para wanita akan lebih utama daripada lelaki…

Maka salam dari kami bagi ukhti yang utama ini,  dimana saya memohon kepada Allah agar mengumpulkan kami dengannya di dunia dan akherat.

Sesungguhnya cucu Shafiyyah ini melebihi cucu-cucu yang lainnya, kisahnya dimulai ketika dia menikah dengan salah seorang pahlawan mujahid yang mana dengannya membuat para pemuda umat sampai di negeri Afghan setelah Allah ta'ala. Dia menikah di sebuah rumah yang tidak ada perkakas dan sangat miskin sekali, rumah ini dibangun di atas ketaatan kepada Allah dan menjadi madrasah bagi para pemuda kawasan arab.

Keluar dari rumah itu untuk menyonsong amal di negeri Afghan bersama para ikhwan mujahidin. Suaminya adalah seorang imam dan khatib di salah satu masjid di kawasan, dan beliau adalah seorang hafidz al qur'an, sangat wara' dan takwa, menyuarakan kebenaran dan tidak pernah toleran dalam agama Allah serta tidak takut dengan celaan orang yang mencela karena Allah.

Pada suatu hari dia didatangi oleh salah seorang antek penguasa dan berkata: "mengapa dalam khutbahmu kamu tidak mendoakan bagi para penguasa negeri ini", maka suaminya ini menjawab dengan jawaban penuh kepercayaan kepada Allah: "Aku tidak akan mendoakan thaghut".

Maka antek itu berusaha untuk menyogok dengan harta namun syaikh ini menolaknya dengan tegas. Syaikh ini sudah terbiasa dengan penjara di negeri ini (hingga salah seorang anteknya berkata dengan kesombongan: "Wahai fulan saya kira gunting kakimu telah kembali ke tempat asalnya", maksud perkataannya bahwa dia tinggal diluar penjara sudah terlalu lama).

Maka suami istri ini berhijrah menuju Afghanistan, akan tetapi di sana tidak ada tempat bagi wanita untuk masuk. Maka si istri ini tetap tinggal di Pakistan, dan dia bersabar dengan perginya suaminya dalam waktu yang lama dan mendorongnya untuk berjihad. Dan berapa banyak dia meringankan penderitaan dan kesedihan yang diterima karena ditinggal oleh saudaranya dalam jihad Afghan, khususnya ketika syaikh Abdullah Azzam terbunuh. Dan dia menjadi contoh bagi para istri shalehah dan saudari yang memberikan nasehat.

Dia selalu mengobati luka para akhowat, menyuruh mereka untuk bersabar dan menasehati mereka, hingga Allah mentakdirkan suami istri ini kembali ke negeri mereka, dan rumahnya dipenuhi dengan tamu dari para muhajirin, dan salah satu tamu itu adalah syaikh Abu Mush'ab Az Zarqawi--semoga Allah menerimanya--dan beliau ketika itu dalam rangka menuju Afghanistan. Dan istri shalehah mujahidah ini tidak pernah bosan untuk selalu memuliakan tamu suaminya dan membantu mereka serta menyenangkan mereka.

Atas takdir Allah pula, sebagian para ikhwah tertawan dan mereka dalam perjalanan ke Afghanistan. Maka para anjing intelejen itu mendatangi rumahnya dan menahannya dan tinggal dalam penjara selama enam tahun. 
Di sini mulailah penderitaan dan kesedihan semakin bertambah bagi mujahidah yang jujur ini. Sehingga dia mendapatkan celaan, cacian dan penghinaan dari para kerabat para mujahidin yang bodoh yang mengeluarkan suaminya menuju jihad. Dan dia selalu mengulang-ulang firman Allah ta'ala "dan jika orang-orang bodoh membicarakannya maka mereka mengucapkan dengan keselamatan".

Ya, mujahidah ini mendapatkan ujian sebagaimana orang-orang shaleh mendapatkan siksaan, dan kondisi ekonominya semakin sulit maka dia mulai bekerja menjadi penjahit untuk memberi makan bagi anak-anaknya yang masih kecil dan dia tidak mau mengemis dan meminta-minta. Dia telah menjaga keluarganya dan suaminya ketika suaminya ada maupun tidak, dan mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang sangat baik, sedikit sekali kita mendapatkan orang sepertinya pada zaman ini. Dia mendidik mereka dengan al qur'an dan jihad, amar ma'ruf dan nahi munkar.

Dan yang mengagumkan dari apa yang saya dengar dari salah seorang anaknya yang masih kecil dan belum bisa berbicara dengan baik, ketika dia bertanya kepada ibunya dengan logat anak kecilnya, "Ummi kenapa abi di penjara?", Maka umminya menjawab, "Karena dia berkata Laa ilaha illallah". Anaknya membalas: "Jika aku mengatakan laa ilaha illallah apakah aku akan dipenjara?, Maka Umminya menjawab: "Setiap orang yang berkata laa ilaaha illallah dengan benar dan mengamalkan tuntutannya pasti akan dibenci oleh thaghut". Maka anaknya berkata: "Aku akan mengatakannya walaupun sampai mereka memenjarakan aku".

Dan salah seorang akhwat bercerita kepadaku bahwa dia melihat anak perempuan ukhti ini menasehati salah seorang wanita yang berbuat maksiat padahal umurnya belum genap 9 tahun.

Walaupun musibah besar menimpanya namun aku tidak pernah melihatnya sehari pun mencela takdir Allah baginya, bahkan aku melihatnya penuh dengan kesabaran dan keridhaan yang berharap akan pahala dari Allah ta'ala.

Suaminya keluar dari penjara dan diungsikan ke salah satu negara, kemudian istrinya mengikutinya.

Lalu apa yang kalian kira dari istri shalehah ini yang akan dia perbuat setelah berpisah dari suaminya selama enam tahun?

Apakah dia meminta untuk tetap tinggal rumahnya dan duduk bersamanya serta bersama anak-anaknya untuk mengurusi perkara mereka dan mencukupi mereka serta meninggalkan jihad?

Tidak! Demi Allah dia telah meminta darinya..meminta darinya agar mengusahakan baginya untuk menjadi pelaku aksi bom syahid! Lalu suaminya menjanjikannya dengan kebaikan, kami memohon kepada Allah agar mewujudkan cita-citanya dan mengumpulkan kami dengannya di surga tertinggi.

Dan sungguh di waktu kecil aku sangat terkagum ketika aku mendengar salah seorang akhowat berkata kepada ibuku ketika dia merasa sempit dadanya bahwa dia ingin pergi ke dokter jiwa--yang dia maksud adalah suami dari ukhti yang fadhilah ini--. Dan ketika aku besar aku baru tahu terhadap ukhti mujahidah ini, dan saya baru yakin dengan makna perkataan saudaraku.

Hanya Allah yang tahu besarnya kegembiraanku dengan dapat mengenalnya walaupun terdapat perbedaan umur yang sangat jauh antara diriku dengannya, beliau adalah seorang teman dan saudari yang tidak ada yang lebih aku cintai untuk bertemu dengan seseorang di dunia ini melebihi kecintaanku bertemu dengannya. Aku memiliki piagam yang aku dapatkan ketika ibuku menginginkan gajiku, beliau menemaniku untuk mengunjunginya, namun dia ingin menghukumku dengan melarang untuk mengunjunginya, dan ini adalah hukuman yang paling berat bagiku.

Dan di sini saya ingin menceritakan kisah yang beliau ceritakan kepadaku tentang ukhti mujahidah ini ketika terjadi di Afghanistan, ketika suaminya bertemu dengan syaikh Usamah bin Laden – semoga Allah menjaganya – di mana dia bertanya: "Dari mana anda wahai Abu Fulan?", Suaminya menjawab: "Dari Kurdistan Irak", maka syaikh Usamah menceritakan mimpi yang beliau lihat: bahwa dia bermimpi melihat Rasulullah saw membawa shurratan diatas punggungnya dan berkata syaikh Usamah bin Laden: "Hendak kemana engkau wahai rasulullah?", Maka beliau menjawab: "Ke Kurdistan Irak".

Berkaitan dengan kejadian tentang Kurdistan saya ingin menceritakan kepada kalian mimpi yang disebutkan oleh akh Abul Ghadiyah, di mana beliau bermimpi bahwa Abdul Hadi Daghlas – semoga Allah menerima keduanya sebagai syuhada' – bahwa Al Akh Abdul Hadi bermimpi pada zaman Imarat Islam Afghanistan "Bahwa Amerika akan menyerang mereka di Afghanistan hingga kaum muslimin berlindung ke sebuah gunung dan bintang-bintang berjatuhan mengenai orang kafir seperti rudal (atau dia berkata rudal seperti bintang-bintang) yang mengeluarkan api dan menghancurkan Amerika di dalamnya".

Dan ketika mulai terjadi perang terhadap Afghanistan dan para ikhwah keluar dari Afghanistan, setiap para ikhwah melewati sebuah gunung mereka bertanya kepada Abdul Hadi, "Apakah gunung ini yang dia lihat dalam mimpinya?", Dia menjawab:"Bukan!". Hingga mereka sampai di Kurdistan kemudian Abdul Hadi menaiki gunung ini dan bertakbir lalu berkata: "Demi Allah inilah gunung yang saya lihat dalam mimpi".

Kami memohon kepada Allah agar mimpi ini termasuk berita gembira yang Rasulullah saw kabarkan kepada kita.

Dan sebagai penutup janganlah kalian melupakan untuk mendoakan ukhti, suami dan anak-anaknya ini, mereka sekarang ini di medan jihad yang sangat membutuhkan sekali doa kalian, di gelapnya malam yang pekat. Dan janganlah kalian lupakan aku dari apa yang aku minta sebelumnya yaitu amaliyah mati syahid terhadap musuh Allah dan menerimaku sebagai syahidah dan menempatkan aku di Firdaus surga tertinggi. Dan sesungguhnya Allah maha mampu dan menguasai akan hal itu.

Dia adalah seorang ukhti yang belum banyak beriltizam dengan islam atau berjihad akan tetapi hidup dalam lingkungan yang tidak beriltizam hingga Allah mentakdirkan dia menikah dengan seorang komandan mujahid yang telah diketahui keutamaannya baik oleh orang besar maupun kecil di negeri mulia, negeri para pahlawan (Afghanistan).

Dia menikah dan bersafar bersamanya ke Afghanistan dan tinggal bersamanya di sebuah rumah yang sangat baik nasabnya, dan dia tidak pernah melihat suaminya kecuali sedikit saja, selalunya karena sibuk atau bersafar, namun dia bersabar dan dengan ketidak hadiran suaminya dia berharap pahala di sisi Allah.

Salah seorang akhowat bercerita kepadaku tentang dia yang telah mengenalnya di negeri jihad, ketika dia ditanya tentang keberadaan suaminya dia menjawabnya, apakah dia melihatnya!

Kemudian dia pindah bersama suaminya ke sebuah gua di gunung Afghanistan sedangkan dia dalam keadaan hamil. Mereka hidup dalam gua ini beberapa waktu dan selama itu dia tidak mendapatkan nafkah kehidupan paling rendah sekalipun, hingga air wudhu saja memiliki kisah tersendiri. Dia mengumpulkan salju di sekitar goa dalam sebuah wadah lalu dilelehkan dengan api, dan berwudhu dengannya.

Maka bayangkan wahai saudariku yang mulia, betapa sulitnya kehidupan dalam gua di gunung-gunung yang diselimuti oleh salju, tidak ada listrik, tidak ada pelindung, tidak ada air.

Demi Allah, bukankan kewajiban kita untuk mengingatkan para wanita muslimah dengan kisah para mujahidah ini hingga mereka mengikuti tekad mereka dan bersabar dengan kesempitan hidup serta beratnya perjalanan. Dia telah bersabar dan dalam keadaan hamil hingga Allah takdirkan janinnya keguguran disebabkan sulitnya keadaan. Dan tiada daya dan upaya kecuali dari Allah.

Setelah itu ukhti kita ini pindah ke sebuah rumah yang bagus dan luas, akan tetapi dia tidak betah hidup di dalamnya lalu dia meminta kepada suaminya untuk kembali ke gua itu karena dia merasakan kemanisan jihad dan jauh dari kenikmatan dunia yang fana. Hingga Allah mentakdirkan Amerika masuk ke Afghanistan, lalu suaminya ditahan setelah terluka parah. Lalu ukhti ini kembali ke negerinya, dan namanya telah diumumkan di pos perbatasan. Akan tetapi Allah membutakan mata mereka darinya lalu dia masuk ke negerinya tanpa kesulitan apapun. Lalu dia tinggal di rumah keluarganya dengan penuh tawadhu dan bersabar atas ditahannya suaminya, dan atas kefakiran yang sangat yang dia derita. Dan tidak ada satupun dari kerabatnya yang membantunya, mereka memperlakukannya seperti seorang perempuan yang berdosa. Dia dan anaknya hanya menyandarkan kepada sedekah para muhsinin, dan tiada daya dan upaya kecuali dari Allah ta’ala.

D isini saya hadirkan sebuah hadits rasulullah saw dan saya letakkan di hadapan kalian, berharap dari Allah agar ada orang yang mau menolong ukhti ini karena Allah dengan keadaaannya seperti keadaan Shafiyyah, beliau bersabda: “barang siapa yang menyiapkan orang yang berperang maka dia telah berperang, dan barang siapa yang mencukupi keluarga orang yang berperang maka dia telah berperang”. (HR. Al Bukhari).

Berapa kali idhul fitri yang dia dan anaknya lewati tanpa merasakan kesenangan, lalu setelah dua tahun dari penderitaannya dia pergi ke kedutaan negeri suaminya, untuk bertanya tentang keluarga suaminya. Lalu kedutaan itu meminta darinya dokumentasi dari intelejen umum. Lalu dia pergi bersama ibunya ke kantor intelejen, kemudian ibunya naik ke kantor intelejen dan dia berada di luar gedung it.

Ibunya meminta dokumentasi yang disebutkan, lalu mereka bertanya kepadanya, "milik siapa dokumentasi ini?", maka ibunya menjawab "milik anak fulanah!".

Maka petugas itu berteriak kepadanya "apakah anak anda ada di sini? Kapan dia masuk ke negeri ini? dan bagaimana?". Maka ibunya berkata: "ya dia sudah masuk ke negeri ini selama dua tahun!". Lalu mereka menghadirkannya dan memeriksa paspornya dan mendudukkannya di tengah ruangan di atas kursi dan petugas interogasi memintanya untuk melepaskan hijab dari wajahnya, namun dia menolak, lalu menanyainya "bagaimana dia masuk?". Maka dia menjawab melalui bandara dengan dokumen resmi.

Lalu petugas itu berkata: "akan saya bunuh penanggung jawab intelejen bandara pada hari itu dan dia tidak tahu kamu masuk!". Kemudian dia berputar mengelilinginya dan setiap berada di hadapannya dia melihatnya dan berkata dan kami tidak mendzalimi mereka akan tetapi mereka mendzalimi diri mereka sendiri….

Kemudian dia bertanya tentang suaminya dan tentang para ikhwan lalu dia menjawabnya dengan jawaban yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Maka ketika mereka tidak mendapatkan apa-apa darinya, dia mengancamnya dan berkata kepada salah seorang petugas yang ada di depan pintu ruangan ini, "turunkan dia ke bawah hingga dia memberikan informasi", maka petugas itu menggiringnya.

Lalu ibunya menangis dan berkata kepada introgator: "wahai anakku biarkan aku mencium tanganmu agar engkau tidak memenjarakannya", maka mujahidah ini berkata kepada ibunya: "Wahai ibuku, jangan engkau cium tangan anjing ini”.

Maka interrogator itu berteriak dan mencelanya dan berkata kepada ibunya: "Aku akan meninggalkannya sekarang demi kamu wahai hajjah padahal itu tidak boleh sebenarnya". Maka dia keluar al hamdulillah dan mereka tidak menimpakan keburukan apapun dan Allah menjaganya dari tipu daya mereka, dan ukhti mujahidah ini tetap teguh diatas kebenaran. Maka doakanlah wahai saudariku agar Allah membebaskan tawanan suaminya dan mengumpulkannya kedua kalinya di negeri jihad dan mati syahid.

Dia adalah seorang remaja putri yang masih kecil tercinta yang tumbuh dalam lingkungan yang kebanyakan penuh dengan kesenangan dan tidak beriltizam dengan perintah syareat. Bahkan menggunakan hijab syar’iy adalah sesuatu yang diluar dari kebiasaan, bahkan dalam masyarakatnya tidak beriltizam dengan perintah hijab, jika ada seorang wanita yang berhijab masuk ke sebuah rumah kerabatnya seperti bibi atau pamannya maka suami dan anak-anaknya akan masuk ke kamarnya tanpa izin, dan para wanita yang tinggal bersamanya akan memintanya untuk membuka cadarnya dan mereka berkata ini seperti saudaramu dan ini seperti bapakmu dan ungkapan-ungkapan lain seperti itu.

Akan tetapi ukhti yang sabar ini walaupun masih kecil tidak mau menerima toleransi dalam agamanya bahkan tidaklah dia melihat kemungkaran kecuali dia akan merubahnya semampunya, setiap dia masuk rumah baik kerabat dekat maupun jauh dan melihat televisi atau alat mainan melainkan dia mematikannya dan menghancurkan alatnya dan dia tidak menghiraukan kemarahan orang disekitarnya, dia meninggalkan studinya ketika dia diminta untuk mencopot jilbabnya padahal dia termasuk orang yang berprestasi.

Namun dia tetap menuntut ilmu sedangkan dia tidak memiliki teman selain para akhwat mujahidah padahal dia masih kecil diantara mereka, mereka percaya dengan pendapatnya dan selalu meminta musyawarah dengannya dalam perkara apa saja. Ukhti ini, Allah telah mengumpulkan pada dirinya semua sifat pemudi yang agung, setiap hari selalu ada yang memintanya dua atau tiga orang dari para pemuda yang mana para pemudi selalu ingin dipinang oleh salah seorang dari mereka, akan tetapi ukhti ini menolak mereka karena dia tidak menginginkan seorang suami yang tsariyyan dan tidak dewasa serta tidak berilmu, dia hanya menginginkan seorang suami mujahid saja, hingga Allah mentakdirkannya untuk berkumpul dengan seorang mujahid yang gagah berani, yang meninggalkan dunia dengan segala kenikmatannya untuk bergabung dengan kafilah jihad dan para mujahidin, setelah dia pulang dari jihad di Afghanistan, maka dia mulai mendirikan jihad di Irak, dia menikah dengannya dan tidak ada syarat untuk disetujui selain dia harus memanggul senjata di medan perang, dan ukhti itu tidak pernah menghiraukan kenikmatan dunia yang dia tinggalkan dibelakangnya bahkan sebaliknya, setiap kesulitan bertambah baginya maka bertambah pula kegembiraan dan rasa syukurnya kepada Allah dan menunjukinya untuk berhijrah di jalan Allah. Dan suaminya mendapatkan banyak tanggung jawab dan tugas penting dalam menempuh jalan jihad. Dan dia tidak melihatnya kecuali sedikit, mungkin dia pergi 10 hari dan tidak melihatnya setelah kepergiannya ini selain satu jam saja, dan kadang dalam satu jam ini suaminya menghabiskannya dengan bersujud dan menangis namun ukhti ini tidak meminta haknya dan tidak memintanya untuk duduk bersamanya, serta tidak lebih dia hanya duduk di dekatnya sedangkan suaminya sujud dan dia menangis karena tangisan suaminya, dan ketika suaminya selesai shalat, dia berdiri untuk mengucapkan perpisahan dengannya dan ukhti ini memakaikan sepatunya dengan tangannya dan suaminya mengkabarkan bahwa ketika dia diluar salah seorang ikhwan terbunuh, dan yang lain tertawan dan tidak ada yang lebih dari berita ini, atau dia berkata bahwa dia mungkin tidak akan kembali dalam beberapa hari.

Keduanya hidup dalam sebuah rumah yang hanya sedikit sekali kenikmatan dunia, seperti hal-hal penting (primer) dalam kehidupan sehari-hari, seperti ranjang, kursi dan tas pakaian, tidak ada yang lain lagi, sedangkan dapur, jika masuk ke dalamnya hanya terlihat sebuah tungku kecil untuk memasak, satu panci, dan beberapa piring saja serta sedikit sendok dan pisau, ketika ukhti kita ini ingin memasak dia mulai memasak dalam panci itu, hingga matang dan setelah menuangkannya dalam piring plastic hingga dia menggunakan panci itu sekali lagi, dan ketika dia ingin menghidangkan makanan untuk suaminya dia menaburi kis, dan meletakkannya diatas makanan.

Cerita secara detail ini maksud saya agar kalian membayangkan kehidupan para mujahidin dan kalian mengetahui bahwa para mujahidin itu hidup dalam jihad besar maupun kecil. Ini sebagai bantahan terhadap perkataan beberapa orang yang melemahkan jihad ketika mereka menggunakan dalil dengan hadits rasulullah saw bahwa jihad hawa nafsu itu lebih utama dari jihad melawan musuh, dimana beliau berkata:
“Kita datang dari jihad kecil menuju jihad besar”.

Jadi para mujahidin itu hidup dalam keadaan yang sangat memprihatinkan dan tidak ada yang tahu kecuali Allah.

Mereka adalah orang-orang yang asing dengan segala makna keterasingan baik penderitaan maupun beban
berat….

Mereka terisolasi dari para masyarakat yang dikuasai oleh media barat dan disibukkan dengan kecintaan kepada dunia dan takut mati….

Mereka menghadapi berbagai kekuatan dunia namun mereka bersabar dengan kehilangan saudara dan orang-orang yang mereka cintai, mungkin mereka ditawan namum mereka tetap sabar atau terluka namun mereka mengharap pahala di sisi Allah…. Inilah kehidupan mereka…. Dan Allah telah memberi rezeki kepada mereka dengan kezuhudan terhadap dunia dan cinta akherat….

Dan jika ukhti ini diminta untuk meninggalkan rumahnya dan keluar ke rumah yang lainnya maka dia tidak ragu-ragu dan tidak merasa berat dengan kehidupan dikejar-kejar oleh thaghut yang dia rasakan, berapa kali dia diminta untuk meninggalkan rumah yang dia tempati karena telah sampai kabar bahwa intelejen telah mengetahui tempatnya, lalu ukhti ini keluar dengan meninggalkan segala sesuatunya kecuali hijab syar’iy yang ia pakai, hari itu menuntut dia bersama ukhti lainnya tinggal di tempat itu untuk sementara waktu yang mana tidak layak untuk ditempati atau di jalan karena para ikhwah belum mendapatkan tempat yang aman sehingga mereka dapat bermalam di dalamnya.

Sesungguhnya keadaan para mujahidin selalu berganti antara kelapangan dan kesempitan, jika Allah menguji mereka dengan kesempitan maka mereka bersabar dan mengurangi pengeluarannya, dan jika Allah memuliakan mereka dengan bantuan kaum muslimin bagi mereka mereka hanya mengambil yang dapat menutupi kebutuhan mereka saja dengan penuh amanat dan wara’, terkadang mereka mendapatkan banyak uang, namun mereka tidak menambah kebutuhan bagi keluarga mereka, akan tetapi tetap pengeluarannya tetap sama seperti biasanya yang hanya cukup untuk menutupi kebutuhan penting mereka, dan bagian amir sama dengan bagian anggotanya dalam jama’ah, tidak membedakan diantara seluruh para mujahidin, semuanya sama.

Lalu pada suatu hari Allah memuliakan suami istri ini dalam sebuah rumah yang baik dimana dia mendapatkan kebutuhan sebagaimana umumnya, lalu keduanya memuji Allah atas nikmat ini, akan tetapi jika Allah mencintai hambanya maka dia akan mengujinya, para ikhwah mendapatkan seseorang yang terluka dan belum mendapatkan tempat yang dapat dia gunakan untuk berlindung kecuali sebuah rumah yang sudah rusak, gelap dan kotor, lalu datang keluarganya agar dia tinggal bersamanya di masa penyembuhan itu, dan suami ukhti ini bingung mencari tempat yang cocok untuk menempatkan ikhwah yang terluka ini bersama keluarganya, lalu istrinya memperhatikan kegundahan diwajahnya. Lalu tiada lain kecuali ukhti shalehah ini meminta kepada suaminya agar mereka tinggal di rumah yang sudah rusak itu dan agar ikhwan yang terluka dan keluarganya itu tinggal di rumah yang mewah itu, dimana ukhti ini tinggal dirumah itu baru beberapa hari, lalu suaminya setuju akan permintaannya dan selanjutnya keduanya tinggal di rumah yang sudah rusak itu selama dua minggu, dan seakan mereka telah sukses dalam ujian sehingga mereka semua mendapatkan kemudahan dari Allah, lalu para ikhwah menyewakan sebuah rumah bagi keduanya yang sederhana namun lebih baik dari rumah itu, dan ukhti ini tahu bahwa ketika dia keluar dari rumah yang sudah rusak itu akan ditinggali sekelompok ikhwah yang masih bujang, lalu ukhti ini teringat firman Allah:

“Dan mereka lebih mengutamakan mereka terhadap diri mereka sendiri walaupun mereka sangat membutuhkan”. Lalu ukhti ini menolak untuk keluar dari rumah itu karena lebih mengutamakan para ikhwah daripada dirinya sendiri, dia telah merasakan manisnya iman untuk melupakan pahitnya rasa takut. Karena rumah itu bersampingan dengan markas tentara thaghut negeri itu, dan pos jaga tentara menghadap pintu rumah itu. Rumah itu hanya memiliki satu kamar dan salah satu tembok rumahnya berbentuk seng sebagai tempat berjualan yang ditutup, dan para tentara itu bermain bola dekat dengannya sehingga terkadang bola itu mengenai lapisan seng yang membuat suara yang menghentak. Tidak ada yang membuat tenang bagi ukhti dari suara itu selain manisnya jihad dan pengorbanan di jalan Allah. Dan bicaralah sesuka anda tentang kotornya yang sangat dan lusuhnya perkakas serta alasnya hingga menjadi tempat favorit bagi tikus, dan ruthubatihi sangat keras dan pada awalnya keduanya taltsama hingga keduanya terbiasa dengan ruthubatihi, dan ukhti ini tetap tinggal di situ dalam jangka yang agak lama dengan menggunakan hijabna dari ujung rambutnya hingga kedua mata kakinya, namun dengan itu semua senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya, setiap suaminya melihatnya selalu membahagiakannya dan itulah faktor yang membuatnya dia berkhidmat untuk agama lebih banyak dan lebih banyak lagi, suaminya pergi dari jam Sembilan pagi dan tidak pulang hingga jan 12 malam, sehingga ukhti ini hanya sendirian tetap berdoa dan beribadah kepada Allah. Allah adalah sebaik-baik penghibur dalam keadaan yang mengerikan ini, hingga Allah memudah ukhti ini dengan sebuah tempat bersama sebuah keluarga, kemudian suaminya pergi ke barisan depan, lalu dia tetap bersama keluarga ini yang terus berpindah dan menjadi buron bersama mereka.

Saya tidak menulis kisah ini untuk melemahkan jihad, demi Allah tidak, namun tujuanku dari menulis ini adalah agar para akhwat muslimah mengerti bahwa di sana terdapat orang yang mengikuti para sahabat pada masa sekarang ini, yang berbuat baik dengan mengikuti suaminya, dan bersabar dengan kesempitan hidup, tidak marah dan menggerutu, dia tidak mengatakan bahwa zaman para sahabiyah telah lewat, dan tidak perlu lagi untuk mengikuti jejak mereka.

Inilah salah satu cucu Shafiyyah, doakanlah dia dengan kesyahidan dan diterima amalnya, dan masih akan ada contoh-contoh yang mulia dan akan aku tulis kisahnya yang akan datang untuk kalian insyaAllah.
Hari ini akan aku tulis kisah cucu Shafiyyah yang baru, dia adalah seorang ukhti mujahidah dan memiliki fadhilah, dia adalah seorang ukhti yang menghancurkan segala fitnah dunia yang menipu ini di bawah kedua kakinya, tekad dan cita-citanya begitu tinggi hingga menyamai puncak gunung, bahkan sampai melebihi awan, bahkan hingga sampai menyentuh matahari, agar semakin terang dan bersinar.

Dia adalah seorang mujahidah yang memulai kisahnya ketika menikah dengan salah seorang singa islam, dia adalah seorang pahlawan dan memiliki tekad tinggi, dari sinilah dimulai perjalanan jihadnya, saya memohon kepada Allah agar memperlihatkan kepada kita dan dia akan kemenangan yang begitu dekat bagi para mujahidin. Dia berhijrah bersama suaminya ke negeri mulia, menuju negeri Imarah Islam Afghanistan, ketika sampai disana dia merasakan kegembiraan yang sangat besar dan lisan keadaannya berkata: Disinilah kemuliaan dan kemenangan dan disinilah kebahagiaan dan kehormatan.

Lalu dia tinggal sebagai tamu dari dua akhwat yang bersaudara dan tinggal satu rumah, keduanya jauh dari keluarganya dan semakin bertambah kerinduan kepada ibu, bapak, saudara, saudari dan kerabat serta teman-temannya, lalu datang wanita yang memiliki keutamaan ini untuk menghilangkan kesedihan mereka, dan mengingatkan keduanya dengan nikmat yang mereka dapatkan dan keadaan yang seharusnya keduanya senang dan bahagia kaerna nikmat yang diberikan kepada keduanya berupa hijrah dan ujian di jalannya serta pahala besar yang akan mereka dapatkan di akherat. Sehingga Allah merubah keadaan keduanya atas karunia-Nya, kemudian dengan muamalah dan akhlak yang baik dari ukhti tersebut, dan para akhwat tetap teguh disebabkan kata-kata yang indah dan ungkapan yang lembut darinya, dan keadaannya tetap sebagai mujahidah yang bersabar dan istri yang shalehah dimana dia menjadi panutannya.

Setelah perang terhadap Afghanistan, dia bersama suaminya tidak kembali ke negerinya. Tidak! Bagaimana dia mau kembali kepada kehidupan yang nuaj setelah terbiasa dengan kehidupan laksana singa, akan tetapi dia bersama suaminya melanjutkan hijrah ke kuburan Amerika, ke Irak sebelum dimasuki oleh orang-orang yang suka berbuat jahat. Dan suaminya adalah termasuk orang yang dekat dengan syaikh Abu Mush’ab Az Zarqawi rh, dan syaikh sangat mencintainya. Dia bersama kelompoknya dari para ikhwan mempersiapkan diri dan merencanakan untuk menghadapi Amerika, menghadai kesombongan dan kesewenangan mereka, dan mereka tidak mendapatkan apa yang akan mereka berikan sebagai kewajiban menerima tamu selain apa yang mereka mampu dari senjata ringan dan bom sabuk dan lisan keadaan mereka berkata: “Wahai Rabb kami, Engkau memerintahkan kami untuk mempersiapkan diri dengan apa yang kami mampu, jika kami mampu menikam mereka dengan pisau dapur pasti kami akan lakukan! Dan jika kami mampu menembak mereka satu persatu maka kami tidak akan memperlambat diri dari hal itu, maka ampunilah kami wahai Allah dan berilah taubat kepada kami dan perlihatkan kami bagi mereka keajaiban takdir-Mu”.

Maka dimulailah peperangan, dan suami ukhti ini, rumahnya dijadikan sebagai tamu bagi para mujahidin baik muhajirin maupun anshar, dan ukhti kita ini membantu mereka siang dan malam, mempersiapkan makanan, mencuci pakaian, dan memberikan suasana tenang agar jihad mereka sempurna dengan bentuk yang sebaik-baiknya, hingga hari itu suaminya ditawan oleh pihak Amerika, lalu dia disiksa dengan berbagai macam siksaan, dan dipukuli terus menerus, namun mereka tidak mampu mendapatkan informasi apapun darinya, lalu mereka mengeluarkannya dari penjara dan dia mendapatkan ujian yang mana hanya Allah yang tahu, lalu istri shalehah ini duduk mengobatinya dan menghiburnya, juga menaikkan tekad dan keteguhannya, hingga Allah menyembuhkan dan menyehatkannya, lalu kembali untuk berperang melawan musuh Allah dan membuat mereka marah serta mengintai mereka setiap waktu….

Salah seorang ikhwah datang kepada keluarga yang mulia ini dalam rangka meminta untuk menikah dengan anak perempuan ukhti ini, dimana umurnya belum genap 12 tahun, hingga sang bapak menolaknya karena umur anaknya masih kecil, namun ibunya merasa senang dan mendorong suaminya agar menikahkan anaknya dengan mujahid itu, dan mengingatkannya akan pernikahan Aisyah ra, lalu sang bapak merasa yakin dan menyetujuinya, maka terjadilah khitbah dan pernikahan dengan sempurna, kemudian mulailah perang Fallujah kedua, dan keluarga ini masih tetap berada di dalam kota Fallujah, dan anggota keluarga ini ikut serta dalam setiap peperangan dengan segala kekuatan yang dimiliki, semuanya sesuai dengan kemampuannya, diantara mereka ada yang berperang dengan senjata dan diantara mereka ada yang mengobati orang yang terluka, dan diantara mereka ada yang menyiapkan makanan. Dan ketika suami anaknya (menantunya) sedang menolong salah seorang ikhwah yang terluka, tiba-tiba tank Amerika memindahkannya kepada kehidupan yang lebih bahagian insyaAllah, tembakan yang mengenainya telah menjadikannya segera bergabung dengan kafilah para syuhada, maka orang tua istrinya (mertua, suami dari ukhti dalam kisah ini) memindahkan dan menguburkannya. Dan keluarga ini mendapatkan kabar yang sangat menyedihkan, Allah berkehendak untuk menguji mereka dengan yang lebih dari itu, karena Allah jika mencintai seorang hamba maka dia akan mengujinya. Allah mentakdirkan setelah beberapa hari suaminya ukhti mujahidah shabirah ini terbunuh. masyaAllah, dua musibah dalam satu pekan, tidak ada musibah yang lebih besar dari ini. Dan demi Allah, wahai saudariku jika kalian melihatnya pasti akan terkagum akan kesabarannya dan keridhaan serta keteguhannya. Kami memohon kepada Allah agar memberinya pahala dengan sebaik-baik pahala dan mengakhirinya dengan mati syahid. Bahkan kalian akan terkagum dengan kesabaran anaknya juga. Dan pasti kalian akan berkata: Alangkah baiknya pendidikan terhadapnya. Seorang remaja pada umur itu telah kehilangan bapak dan suaminya namun dia tetap bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah. Akan tetapi orang yang terdidik di medan jihad dan kedua orang tuanya seperti kedua orang tua ini yang tidak pernah bersedih dan mengeluh. Sungguh saya sampaikan kisah ini kepada setiap para remaja muslimat di setiap penjuru dunia, bahkan sampaikanlah kepada para wanita yang sudah tua, agar mereka dapat bersabar ketika kehilangan orang-orang yang dicintai dan orang-orang dekatnya, barang siapa yang melihat musibah selainnya maka musibah yang menimpanya akan terasa ringan.

Dan sikap mulia yang dilakukan oleh seorang putri yang masih kecil ini, ketika peluru dan rudal menyalak seperti hujan terhadap penduduk Irak, dan orang-orang lari dari kematian, namun ibu dan anak-anaknya termasuk putrinya yang masih kecil ini tetap berada di rumah dan tinggal di dalamnya menunggu kesyahidan dan mereka memohon kepada Allah agar menyampaikannya kepada kedudukan para syuhada, dan tidak lama dari itu hingga rudal mereka mentarget rumah itu, hingga sebagian rumahnya hancur, namun sebagiannya yang masih ada siap-siap akan roboh dalam waktu singkat, akan tetapi Allah belum menghendaki mereka mati syahid pada kesempatan itu, walaupun rudal-rudal Amerika berkumpul di rumah ini mereka tidak akan mati kecuali Allah mentakdirkan hal itu, lalu ibu itu keluar bersama anak-anaknya di bawah reruntuhan dengan selamat dan aman kecuali anak perempuannya, lalu para ikhwah berkumpul untuk mengevakuasinya, namun mereka tidak mendapatkan anak perempuannya itu dan dia masih tetap berada di dalam rumah, akan tetapi dia menolak untuk keluar. Namun para ikhwah khawatir rumah itu akan ambruk seluruhnya dan menimpa kepalanya, lalu mereka tetap memintanya untuk keluar, namun tetap pula dia menolak, lalu mereka menanyakan sebabnya. Apa kira-kira menurut perangkaan kalian? Apa sebabnya? Bahwa dia menjawab dia sedang mencari cadarnya! Ya Allah! Lihatlah wahai para akhwat, bagaimana dia sangat berusaha untuk menutup wajahnya, namun sebagian wanita muslimat hari ini merasa dipaksa untuk memakainya, bahkan sebagian yang lain tidak memakainya, dan sebagian lagi tidak menutup kepalanya, padahal mereka dalam keadaan senang dan lapang, aman dan terjaga. Lalu bagaimana jika terjadi gempa pada salah satu negeri, dan itu telah terjadi dan hanya Allah tempat meminta pertolongan, kalian pasti akan mendapati para wanita akan keluar dari rumah mereka tanpa sesuatupun yang menutupi kepala mereka. Akan tetapi putri itu – ketika itu umurnya 11 tahun empat bulan – tidak mau keluar dari rumahnya yang akan runtuh atapnya sewaktu-waktu karena dia belum menggunakan cadarnya, padahal ketika itu sangat gelap gulita, hingga salah seorang ikhwah memberikan gamisnya lalu dia menutupi wajahnya dan keluar, maka sungguh dia adalah anak dan ibu yang paling baik.

Kita kembali kepada yang kita ceritakan ini, ukhti ini telah melalui berbagai kesulitan, ujian dan penderitaan di jalan jihad akan tetapi aku tidak melihatnya seharipun mengeluh atas takdir dan ketentuan Allah, aku melihatnya dan seakan senyuman dari raut mukanya tidak pernah hilang darinya selamanya, apapun yang menimpanya dia tidak marah, mengamalkan wasiat Rasulullah saw, dari Abu Hurairah ra bahwa seseorang berkata kepada nabi saw: berilah wasiat kepadaku, beliau mejawab: Jangan marah, lalu beliau mengulanginya berkali-kali: jangan marah.

Allah telah menghiasinya dengan kebijaksanaan dan akal, dan betapa aku sangat senang ketika aku menanyakan suaminya, dan bagaimana dia mampu bersabar setelah kematiannya. Dia menjawab: “Dia sekarang bersama bidadari, maka berbahagialah dia di dalamnya dan aku memohon kepada Allah agar menambahkan keutamaan kepadanya”.

Para akhwat menyebutnya dengan (an nab’u), demi Allah sungguh itu sangat sedikit bagi dirinya yang seharusnya, karena kesabarannya. Saya ingat ketika kami berkumpul dengan ukhti ini dan beberapa akhwat yang suaminya ditahan, dan salah seorang dari mereka suaminya terbunuh, ukhti ini menyabarkannya dan menghiburnya dengan kalimat yang sangat menyentuh dari yang kami bayangkan, dan dengan senyuman yang bercampur dengan kecintaan dan kasih sayang serta mengayomi para akhwat itu yang mana diantara mereka yang paling tua umurnya 24 tahun dan yang paling muda 16 tahun, dan mereka dalam keadaan lelah karena menjadi buronan musuh Allah, lapar dan rasa takut – hingga air mata berubah menjadi senyuman, dan kesedihan berubah menjadi kesenangan dan kebahagiaan, dan ukhti kita ini tetap menjadi sumber inspirasi dengan penuh kasih sayang dan kelembutan terhadap akhwat mujahidah kita.

Dan setelah beberapa lama ukhti ini menikah dengan salah seorang mujahid yang gagah berani, yang telah ikut serta dalam perang Fallujah, lalu beberapa saat setelah pernikahannya terjadi kesempitan bagi para muhajirin lalu mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dan aku ketika itu bersama ukhti ini. Ya Allah!

Alangkah bagusnya tarbiyah dia terhadap anak-anaknya. Aku duduk dekat kedua anaknya yang masih kecil, dan kami dalam sebuah mobil dan setiap mereka melihat gambar thaghut negeri itu, maka salah satunya berkata kepada yang lainnya dengan logat anak kecil yang indah, dan dengan wala dan bara’ yang ia terima dari ibunya: “Lihat! Lihat thaghut anjing itu”. Dan setelah kita menjauh dari gambar itu keduanya bernasyid, bukan bernasyid “Ya baba sanani wawah, dan juga bukan pula nasyid “Tut… tut…” akan tetapi keduanya bernasyid “Lillahwi rijalan qad usirat Ashahi ya nukhwatun islamiyah”.

Nasyid ini menurut yang saya ketahui adalah untuk menghibur suami ibunya, dan dalam beberapa bulan kami tetap berpindah dari satu kota ke kota lain dan dari satu rumah ke rumah lain, dan ukhti ini adalah sebaik-baik teman bagi kami dalam safar kami, betapa dia sangat menghibur kami ketika semakin kuat pengepungan, dan betapa dia bisa membuat kami tertawa jika kami sekain bersedih dan gundah gulana. Alangkah baiknya dia dan hanya Allah yang membalasnya. Bagaimana dia bisa tersenyum dalam keadaan seperti itu? Bagaimana dia bisa menawan hati para akhwat? Bagaimana dia bisa bersabar atas kesempitan dan kesulitan hidup? Kami menjadi buronan kemudian kami tinggal di salah satu rumah setelah bersafar dan kelelahan, dan di dalam rumah tidak ada apapun selain tikar diatas tanah dan tidak ada yang lainnya, dan ketika itu sangat dingin sekali. Dia mengambil beberapa pakaian lalu diletakkan dibawah anak-anak dan tidak ada sesuatupun yang menutupi mereka, dan masing-masing baju kami dan itu sangat sedikit kami berikan kepada para akhwat yang memiliki anak kecil. Demi Allah, jika kalian melihat keadaan ukhti ini pasti mata kalian akan menangis. Dia bersama enam anak kecil yang tidur diatas tanah dan udara sangat dingin sekali. Demi Allah, kami hampir mati karena lelah, lapar dan kedinginan, lalu bagaimana dengan anak-anak kecil itu, bahkan bagaimana dengan hati ibu ini yang melihat anak-anaknya dalam keadaan seperti ini, namun ketika aku melihat wajahnya, aku selalu melihat senyuman itu yang membingungkan aku, dan seakan dia ingin agar Allah tidak melihatnya kecuali dengan penuh keridhaan akan ketentuannya, dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur. Kemudian kami berpisah setelah berharap untuk bertemu kembali, dan setelah aku berpisah dengannya aku mengetahui bahwa suaminya yang kedua telah mati syahid di Lebanon di perkemahan Nahrul Barid, kami memohon kepada Allah agar menerimanya dalam rombongan para syuhada’ dan memberinya kesabaran dan keteguhan serta mengumpulkan kami dengannya di dunia dan akherat, sesungguhnya Allah maha mampu dan menguasai akan hal itu. Dan aku memohon kepada kalian atas nama Allah, agar mendoakan aku dan akhwat kita yang memiliki keutamaan dan seluruh ikhwan kita para mujahidin serta akhwat mujahidah, dan supaya Allah membebaskan setiap para tawanan muslim baik oleh orang kafir maupun para murtadin.

Dan akhir dakwah kami segala puji bagi Allah rabb semesta alam, dan shalawat serta salam semoga tercurahkan bagi nabi kita Muhammad saw, keluarga dan seluruh para sahabatnya.

Disarikan, By: MasDar




Tidak ada komentar: