sumber:google |
Diriwayatkan oleh
Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata, aku bertanya kepada
Rasulullah saw, "Amal apa yang paling dicintai Allah Azza Wajalla?, beliau
menjawab, "Shalat tepat pada waktunya". Aku bertanya, kemudian apa
lagi?, beliau menjawab, "Berbuat baik terhadap kedua orangtua". Aku
bertanya, kemudian apa lagi?, beliau menjawab: "Jihad fi sabilillah".
Ia berkata, Demikian Rasulullah saw mengabarkannya kepadaku, seandainya aku
meminta tambahan, niscaya beliau menambahkannya". (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas
menjelaskan kedudukan dan tingkatan amal di sisi Allah Ta'ala. Amal yang
dimaksud oleh hadis itu adalah amal badani (kasat mata), sebab amal yang afdhal
(paling utama) dan paling dicintai Allah adalah beriman kepada-Nya, hal ini
berdasarkan hadis Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya seseorang telah
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, Amal apakah yang
paling afdhal?, beliau menjawab,"Iman
kepada Allah dan Rasul Nya". Ditanyakan, kemudian apa lagi?, beliau
menjawab, "Jihad di jalan Allah".
Ditanyakan, lalu apa lagi?, beliau menjawab, "Haji mabrur".
Dengan demikian,
kedua hadis yang menerangkan amal paling afdhal tersebut tidak bertentangan,
sebab masing-masing berdiri menurut konteksnya. Perlu diketahui pula, ada
beberapa hadis yang menerangkan keutamaan amal akan tetapi tidak sama urutannya
dengan hadis di atas. Untuk mendudukkan hal tersebut, Ibnu Hajar berkomentar,
"Dalam menjelaskan perbedaan jawaban
Rasulullah ketika ditanya tentang amal yang paling utama, para ulama
menerangkan, bahwasanya perbedaan jawaban tersebut berdasarkan perbedaan
kondisi para sahabat yang bertanya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
mengajarkan kepada setiap kaum sesuai dengan apa yang mereka perlukan dan
sukai.
Jihad misalnya, pada permulaan Islam adalah amal yang paling utama,
sebab jihad merupakan wasilah untuk melakukan berbagai amal tersebut. Disamping
itu, banyak nash-nash yang menjelaskan bahwa shalat lebih afdhal daripada
zakat, tetapi dalam kondisi sangat dibutuhkan dan genting, zakat bisa menjadi
lebih utama".
Di antara dalil
yang menguatkan bahwa terdapat derajat dan tingkatan amal di sisi Allah adalah
sabda Rasulullah, "Iman itu ada 73
cabang, yang paling tinggi adalah kalimah La Ilaha Illallah dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan, dan malu adalah termasuk cabang
dari iman".
Hadis yang sedang
kita bahas ini juga menguatkan adanya sifat cinta bagi Allah. Dalam hal ini
aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah lah yang menetapkan sifat-sifat bagi Allah
secara haqiqi (bukan majazi), seperti apa yang ditetapkan oleh Allah terhadap
diri-Nya sendiri. Di dalam Al-Qur'an terdapat 43 kali sifat cinta yang
dinisbatkan kepada Allah Ta'ala, di antaranya adalah, "... dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik". (Al Baqarah: 195). "... sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal".
(Ali- Imran:159). "... maka
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa". (Ali Imran:
76). "... sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat adil". (Al Maidah: 42) dan lain
sebagainya.
Sebagai bentuk
keadilan Allah, maka Dia tidak mencintai orang-orang kafir (30: 45) para
pemboros (7: 31),
orang-orang yang melampaui batas (7:
55), para perusak (28: 77), orang-orang yang dzalim (42: 40) dan
lain-lain. Disamping itu, banyak hadis yang menegaskan bahwa Allah memiliki
sifat cinta. Di antaranya hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam berkata kepada Abdullah bin Qais, "Engkau mempunyai dua sifat yang di cintai Allah yaitu penyayang dan
sabar". (HR. Muslim)
Meskipun kita
mengetahui bahwa Allah memiliki sifat cinta, tetapi tidak dibenarkan
mempertanyakan bagaimana wujudnya, sebab jawabannya di luar batas pengetahuan
manusia, demikian pula halnya dengan sifat-sifat Allah yang lain.
Keutamaan suatu
amal atas amal yang lain sebagaimana penjelasan hadis di muka, memang
disebabkan bahwa amal tersebut lebih utama menurut asalnya.Tetapi keutamaan
amal itu atas lainnya terkadang bergeser disebabkan sesuatu hal, seperti oleh
perubahan waktu dan keadaan. Banyak contoh yang bisa menjelaskan hal ini.
Bertasbih dan menyucikan Allah misalnya, ia lebih utama daripada istighfar
(memohon ampunan kepada Allah), tetapi pada saat jiwa bergetar hebat karena
perasaan dosa, maka istighfar lebih utama. Bahkan terkadang suatu amal yang
utama menjadi makruh karena perbedaan situasi dan kondisi, seperti bau mulut.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membenci mulut yang berbau ketika berada di
tengah masa, tetapi pada saat lain beliau bersabda, "Sungguh... bau mulut orang yang sedang berpuasa itu lebih wangi di sisi
Allah daripada aroma minyak kasturi". (Al Hadis)
Demikian pula
dengan rendah hati kepada sesama muslim, ia merupakan hal yang utama sebab
Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri. Tetapi sombong
dan membanggakan diri ketika menghadapi musuh dan untuk menghinggapkan rasa
takut di hatinya, adalah termasuk hal yang utama.
Dalam masalah yang
penting ini, Ibnul Qayyim menjelaskan, "Membaca Al Qur'an lebih utama daripada dzikir, sedangkan dzikir lebih
utama daripada do'a," jika masing-masing dipandang secara berdiri
sendiri. Tetapi amal yang lebih rendah keutamaannya terkadang bisa menggeser
kedudukan amal yang lebih afdhal darinya, hal itu seperti bertasbih dalam ruku'
dan sujud.
Bertasbih ketika
ruku' dan sujud lebih utama daripada membaca Al Qur'an pada keduanya, bahkan
membaca Al Qur'an ketika ruku' dan sujud justru dilarang. Demikian pula
bertasbih setelah selesai shalat lebih utama daripada membaca Al Qur'an pada
waktu yang sama, menjawab azan dan menirukan ucapan muazin adalah lebih utama
daripada membaca Al Qur'an meskipun kita mengetahui, bahwa Al Qur'an lebih
utama atas semua perkataan manusia sebagaimana keutamaan Allah atas segenap
makhluk-Nya, tetapi masing-masing ungkapan dan ucapan terdapat maqam dan
tempatnya sendiri-sendiri.
Jika pada suatu
maqam dan keadaan terdapat ungkapan dan perkataan khusus tetapi justru ia
mengeluarkan ungkapan dan perkataaan yang lain maka hikmah dan maslahah yang dicari
menjadi hilang dan tidak berpihak kepadanya.
Hal lain seperti
orang yang melalaikan membaca Al Qur'an dan zikir, karena ketika melakukan
keduanya ia tidak bisa khusyu', kemudian ia berdo'a dan hatinya bisa penuh
tunduk dan khusyu' hanya kepada Allah, maka ketika itu do'a lebih bermafaat
bagi dirinya meski secara asal, membaca Al Qur'an dan zikir lebih utama dan
lebih besar pahalanya daripada ber-do'a. Dan tentu berbeda antara keutamaan
sesuatu yang sejak awal memang melekat pada dirinya dengan keutamaan sesuatu
karena sebab-sebab luar, masing-masing mesti diberi sesuai dengan haknya.
Segala sesuatu
harus ditempatkan pas pada tempatnya. Termasuk dalam bab ini adalah bahwa surat Al Ikhlas sama
dengan sepertiga Al Qur'an. Meskipun demikian, surat tersebut tidak menyamai ayat-ayat
mawaris, thalaq, khulu' dan lainnya pada saat ayat-ayat tersebut diperlukan.
Ayat-ayat tersebut tentu lebih bermanfaat daripada membaca surat Al Ikhlas.
Hal-hal seperti
inilah yang seyogya-nya diketahui oleh setiap muslim dalam masalah keutamaan
amal, sehingga ia tidak melalaikan amal yang kurang utama karena mengejar amal
yang utama. Jika demikian maka iblislah yang beruntung merenggut keutamaan
itu".
Pentingnya shalat tepat pada waktunya.
Yang dimaksud shalat disini adalah shalat fardhu (wajib). Shalat amat agung fadhilah dan pahalanya, ia merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Shalat adalah tiang agama, agama tidak akan bisa tegak berdiri kecuali dengan menegakkan dan mendirikan shalat. Allah berfirman, "... dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (Al Ankabut: 45)
Yang dimaksud shalat disini adalah shalat fardhu (wajib). Shalat amat agung fadhilah dan pahalanya, ia merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Shalat adalah tiang agama, agama tidak akan bisa tegak berdiri kecuali dengan menegakkan dan mendirikan shalat. Allah berfirman, "... dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (Al Ankabut: 45)
Jika suatu umat
menegakkan shalat maka mereka akan ditunjuki pada jalan kebaikan dan akan
hilang kekejian dan kemunkaran dari mereka. Perintah mendirikan shalat dan
menjaganya banyak kita dapatkan dalam Al Qur'an, seperti dalam 2: 238, 5: 12,
11: 114, 17: 78, 20: 14, 31: 17 dan banyak lagi yang lainnya.
Bagi laki-laki
hendaknya memelihara dan melakukan shalat dengan berjamaah di masjid. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda, "Barangsiapa mendengar azan tetapi tidak mendatangi (memenuhi panggilan
itu) maka tiada shalat baginya, kecuali karena ada uzur". (Al Hadis)
Perintah
mendirikan shalat dengan berjamaah atas kaum laki-laki, juga berdasarkan hadis
riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu yang menceritakan seorang buta yang
memohon keringanan dari Nabi untuk tidak berjamaah karena tiada seorangpun yang
menuntunnya ke masjid, namun ketika ia mengaku mendengar azan lantas Nabi mencabut
keringanan itu kembali.
Shalat adalah
termasuk pelebur dosa yang paling agung. Dari Abu Hurairah, ia mendengar
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Tahukah kalian, jika di depan pintu salah seorang kalian terdapat
sungai lalu ia mandi di dalamnya lima
kali setiap hari, apakah masih tersisa kotoran daripada-nya?" Mereka
menjawab, "Tidak akan tersisa
sedikitpun kotoran dari padanya". "Sesungguhnya para munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipuan
mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali". (An Nisa: 142)
Besok pada hari
kiamat, shalat adalah amal yang pertamakali dihisab. Dari Abu Hurairah ia
berkata, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya amal seseorang yang pertama
kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia
benar-benar beruntung dan berhasil, tetapi jika shalatnya rusak maka ia benar-benar
merugi. Jika dari shalat fardhunya ada sesuatu yang kurang maka Allah
berfirman, "Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah, sehingga
dengannya shalat fardhunya disempurnakan?. Kemudian seluruh amalnya (baru)
dihisab". (HR. Turmudzi)
dari:
(Disarikan dari risalah Ahabbul A'mal)
(Disarikan dari risalah Ahabbul A'mal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar