sumber: google |
“Dan
hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”(QS. 4:9)
Sepantasnya
tak ada orang tua yang akan membiarkan putra-putrinya terlantar pendidikan dan
masa depannya, meskipun tak sedikit pula orangtua yang prihatin melihat putra
dan putrinya tak peroleh bahkan tak mampu mengenyam pendidikan semestinya,
dengan harapan kelak putra-putrinya tidak menjadi orang seperti yang dirinya,
yaitu sebagai orangtua yang bodoh dan papa.
Ketika
pasukan sekutu membom atom kota nagasaki dan hirosima, langkah pertama kaisar
Akihito adalah mengintruksikan kepada perdana menteri dan pejabat lainnya untuk
mengumpulkan guru-guru yang masih tersisa. Mengapa kaisar Akihito langkah
pertamanya adalah mengumpulkan para guru terlebih dahulu, bukan yang lainnya?, sebab
sang kaisar berpandangan bahwa para guru adalah sendi utama dalam mengembalikan
kejayaan bangsa yang berada diambang keporak-porandaan.
Bangsa
Jepang, sebagai bangsa yang meyakini matahari sebagai inspirasi dan tuhannya
saja mampu berfikir visioner berkaitan dengan perihal kehidupannya yang cukup
mengkhawatirkan saat itu, mengambil langkah yang begitu strategis. Lantas apa
yang salah pada negeri kita ini? Kekayaan alam terhampar dari timur ke barat,
utara ke selatan, negeri yang kaya akan; budaya, bahasa, kemajemukan dan
kekayaan lainnya yang tak dapat terhitung, namun mengapa keterpurukan tiada
berujung dan tiada berkhir.
Apabila
dahulu, Jepang dihancurkan dengan bom atom, Indonesia di ”bom” krisis moneter tahun 1997 hingga sekarang tak mampu
lagi untuk bangkit, yang menjadi anehnya lagi adalah negeri kaya raya, yang konon memiliki moto “gemah
ripah loh jinawi teto kerto raharjo”, gagal menghempaskan krisis ekonomi
yang dihadapinya, lihat saja negara tetangga yang terimbas krisis ekonomi,
sperti; malasiya, Thailand, Filipina, Singapore mereka tak membutuhkan waktu
lebih dari satu tahun, telah bangkit dan pulih kembali kepada kenyaman dan
kemapanan hidup; pendidikan, ekononomi dan sosialnya.
Sekali lagi
apa yang salah pada negeri yang disebut dengan Indonesia ini!. Bukankah negeri
ini adalah negeri yang memiliki mayoritas penduduknya beragama Islam, agama
yang menjadi sumber inspirasi dan tolak ukur kemajuan dan kejayaaan sebuah
negera, mari kita tengok society madani produk rosulallah di bawah naungan
minhajunnubuwah, mereka hidup makmur dan berkembang segala aspek-aspek yang ada
di dalamnya. Lihat pula bagaimana kepemimpinan Islam di bawah kepimpinan Umar bin Abdul ‘Aziz (cicit Umar ibnul Khotob), dalam rentang 2
tahun kepemimpinannya benar-benar di atas puncak keemasannya.
Bukan bermaksud
untuk bernostalgia dengan sejarah, namun sesungguhnya apa yang dapat kita
replikasi untuk bangsa besar yang berpenduduk mayoritas Islam ini, untuk segera
bangkit dari keterpurukan yang berlarut-larut.
Sebagaimana
diawal tulisan di atas tersebut, penulis mengutip firman Allah dalam QS.
Annisa:9, bahwa Allah mengingatkan kepada para pemimpin (negeri, wilayah,
intitusi’ rumah) untuk takut apabila terdapat di belakang atau diantara
orang-orang disekitar kita terdapat orang-orang
yang lemah pendidikan dan kesejahteraannya, kenapa harus ditakutan?, karena
semua itu adalah pangkal dari sumber malapetaka bagi kehidupan sebuah tata
nilai klehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Maka
semestinya-lah, sebuah negeri harus dengan seksama memiliki aspek-aspek penentu sebuah kemajuan dan
kesuksesan sebuah negara, apabila ingin di sebut sebagai negeri yang baldatun
thoyyibun warobbun ghofur:
1). Beriorientasi
kepada Al-Qur’an dan Assunah, sebagai pijakan penentu semua kebijakan Negara
2). Negara adalah pelindung seluruh kepentingan masyarakat dan Ummat
3). Menjadikan pendidikan sebagai pilar atau orientasi yang begitu dipentingkan
4). Pembangunan pemerataan kehidupan bermasyarakat yang berkesinambungan
5). Pemimpian adalah menjadikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dan umat
2). Negara adalah pelindung seluruh kepentingan masyarakat dan Ummat
3). Menjadikan pendidikan sebagai pilar atau orientasi yang begitu dipentingkan
4). Pembangunan pemerataan kehidupan bermasyarakat yang berkesinambungan
5). Pemimpian adalah menjadikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dan umat
6). Negara bertanggungjawab sepenuhnya atas kesejahteraan masyarakat
Pendidikan
adalah sendi utama untuk membangun pilar-pilar bangsa yang kuat, pendidikan
seperti apakah
sebenarnya yang akan menjadi sendi dan pilar-pilar Negara:
Metodologi islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendidikannya menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun ruhani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Islam mengakui wujud manusia secara utuh, tanpa mengurangi nilainya dan merusak kemampuannya sedikit pun. Islam mengakui kebutuhan-kebutuhan spiritual wujud manusia beserta segala daya yang terkandung didalamnya. Islam memberikan segala yang diperlukannya seperti akidah, nilai-nilai dan harga diri, dan menyokong daya-daya yang ada padanya untuk memperbaiki eksistensi mental dan kejelekan-kejelekan yang terdapat dalam masyarakat.
Islam tidak hanya menonjol dalam memperhatikan semua segi eksistensi manusia dan tidak mengabaikan sedikit pun berbagai macam daya yang terdapat didalamnya. Tetapi yang paling menonjol adalah bahwa islam sejalan dengan fitrah dalam hal-hal yang lebih jauh dari itu.
Islam disamping yakin akan adanya banyak segi manusia yaitu jasmani, akal dan ruhaninya dengan berbagi kebutuhan daya setiap segi itu, meyakini pula kesatuan dan keterpaduan wujud manusia tersebut dan tidak mungkin dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Fitrah manusia berjalan menurut garis yang telah diciptkan Allah SWT. Dengan demikian jasmani, akal dan ruh yang ada dalam diri manusia tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Ruh, akal dan tubuh, ketiganya membentuk satu wujud yang utuh, yang disebut manusia, semuanya berinteraksi secara utuh. Islam mengikuti aliran fitrah yang ada dan meyakini bahwa ada saling keterikatan antra unsur-unsur tersebut. Dengan demikian maka islam tidak setuju adanya pemisahan salah satu unsur dari unsur yang lain atau menonjolkan satu unsur dengan menekan sama sekali unsur-unsur yang lain.
Maka pendidikan Islam seutuhnya adalah pendidikan yang terintegrasi tanpa ada dikotomi, baik dari sisi prinsip teori maupun prinsip pelaksanaannya (aplikasinya)
Al-Faqir: MasDar Al-Mumtaz
Artikel :
untuk Jurnal Pendidikan dan Peradaban Fajar Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar